Kartini Menangis, di Hari Kartini

Oleh : Wakabid Tenaga Kerja DPW NasDem Riau  Devi Permata Sari, SH

HARI Kartini diperingati setiap 21 April dengan sederet parade meriah. Namun, sering kita lupa di balik eforia itu, kekerasan terhadap perempuan dan lemahnya penegakan hukum masih menghantui bangsa ini. Cita-cita Kartini memerdekakan kaumnya sebait lirik yang indah dinyanyikan, namun miris dalam realita. 

Hari Kartini seharusnya bukan sekadar peringatan sejarah, namun momentum untuk meninjau kembali kondisi nyata perempuan Indonesia hari ini dan reflektif untuk menilai sejauh mana perempuan Indonesia telah memperoleh keadilan dan perlindungan hukum. 

Meski telah banyak kemajuan, tantangan signifikan masih membayangi, khususnya dalam penegakan hukum terhadap kekerasan dan perlindungan tenaga kerja perempuan.

Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, tercatat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang tahun 2024. Jumlah ini meningkat hampir 10 persen dibandingkan tahun 2023.

Banyak kasus kekerasan yang tidak ditangani secara adil, dan pekerja perempuan masih rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi upah dan pelecehan di tempat kerja. Perlindungan hukum bagi pekerja perempuan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.

Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan. Banyak pekerja perempuan, terutama di sektor informal seperti pekerja rumah tangga belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah terhenti selama 20 tahun di DPR karena tidak adanya keinginan politik. 

Di sisi lain, meskipun telah ada upaya seperti pembentukan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak-Pidana Perdagangan Orang (Dit PPA-PPO) di Polri, penerapan hukum masih lemah, menyebabkan pelaku kekerasan sering kali tidak mendapat hukuman setimpal. 

Ini menjadi pekerjaan bersama agar hukum tidak hanya hadir di atas kertas, tapi benar-benar melindungi. Harapannya, dengan menyediakan wadah untuk diskusi tentang isu-isu gender, pendidikan hukum dapat membantu memecah stereotip dan prasangka yang melingkupi peran serta hak perempuan dalam masyarakat.

Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender dan menghormati hak-hak perempuan. Sementara perempuan juga perlu aktif meningkatkan kesadaran hukumnya.

Hal ini bisa dimulai dari akses terhadap informasi, pendidikan hukum berbasis komunitas, hingga keberanian untuk bersuara. Pendidikan hukum sejak dini, pelibatan perempuan dalam organisasi sosial, serta dukungan dari sesama perempuan bisa jadi jalan untuk memperjuangkan hak secara kolektif. 

Kartini mengajarkan kita tentang keberanian berpikir dan bersuara. Kini, tugas kita adalah meneruskan semangat itu dalam konteks hukum dan keadilan sosial agar Kartini tidak menangis di Hari Kartini. (*)

Array
Related posts
Tutup
Tutup