Logika Sesat Soal Kesejahteraan di Debat Kedua Pilkada Riau

RANGKAIAN pemilihan kepala daerah (Pilkada) Riau telah masuk pada detik akhir. Sekitar satu minggu ke depan, masyarakat Riau akan dihantarkan pada proses menentukan pilihannya. Jelang fase tersebut, Walhi Riau mengingatkan para pemilih untuk menentukan pilihannya secara cermat.

Tujuannya jelas, agar pemilih dapat memilah dan memilih dengan tepat, meskipun hasilnya diragukan akan melahirkan pemimpin yang memulihkan Riau secara utuh. Baik dari aspek keberpihakan pada masyarakat adat, pemulihan lingkungan hidup, dan memastikan peningkatan kesejahteraan secara adil. 

Guna mengulas hal tersebut, Walhi Riau mengajukan kritik berdasarkan debat kedua pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau dengan tema yang memuat kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Direktur Eksekutif Walhi Riau Even Sembiring menilai debat kedua calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau menyatakan bahwa visi misi setiap pasangan calon dalam upaya memberikan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan tidak lepas dari kuasa logika kapital. 

Apalagi salah satu pasangan, tepatnya pasangan calon (paslon) Nasir-Wardan menempatkan aspek ekonomi di atas segalanya. “Alih-alih memperbaiki lingkungan yang banyak dirusak oleh aktivitas ekstraktif, paslon ini malah bertutur tentang alih fungsi kawasan hutan untuk perkebunan dan meremehkan komitmen global guna mengatasi permasalahan perubahan iklim,” kata Even. 

Tema kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan dalam debat ini juga ditangkap paslon guna menghadapi krisis triple planetary, hal yang sesungguhnya dihadapi secara global, termasuk Riau. Dampak buruk perubahan iklim, polusi dan pencemaran, hingga hilangnya keanekaragaman hayati menurunkan layanan alam dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Dewan Daerah Walhi Riau Sri Wahyuni ​​​​menyinggung terkait data kemiskinan Riau yang terus meningkat. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah penduduk miskin Riau terus bertambah dengan sebaran tertinggi berada di Kabupaten Rokan Hulu, Kampar dan Rokan Hilir. 

Padahal berdasarkan analisis spasial Walhi Riau, investasi sektor lahan telah menguasai 55,48% ruang di Riau yang sebagian besar berada di daerah perdesaan. Hal ini membuktikan bahwa investasi merupakan tipuan kesejahteraan yang hampir tidak pernah dirasakan masyarakat secara komunal. 

Lebih parahnya aktivitas investasi malah mengancam ruang hidup masyarakat, terutama masyarakat adat dan kelompok minoritas rentan (perempuan dan anak). “Kondisi ini yang harus diperhatikan calon pemimpin Riau agar memperhatikan kepentingan ekonomi, alam dan sosial secara seimbang dalam upaya peningkatan kesejahteraan berjalan adil dan lestari,” ujar Sri. 

Mengatasi ketimpangan dan kemiskinan yang dialami masyarakat desa, masyarakat adat dan kelompok rentan tentunya harus disertai komitmen yang kuat untuk memulihkan lingkungan hidup Riau.

Kritik Tipuan Pertumbuhan Ekonomi Hijau

Walhi Riau juga mengkritik pertanyaan yang disiapkan KPU Riau melalui panelis. Pertanyaan tersebut cenderung melihat konteks pertumbuhan ekonomi dengan model ekonomi hijau dan ekonomi biru sebagai sarana yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

“Konsep ini sudah dikritik oleh banyak ilmuwan kritis yang melihat model tersebut tidak menjawab masalah lingkungan, bahkan membuat yang kaya semakin kaya dan miskin semakin menderita atau sekedar hidup dengan standar kebutuhan dasar yang sangat minim,” kata Even.

Kenyataannya, konsep ekonomi hijau maupun biru tidak dapat menampung ekologi ekologi yang kini ada di banyak tempat karena masih bertumpu pada gagasan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi terbukti tidak memberikan kesejahteraan riil kepada masyarakat. 

Sebaliknya, ketimpangan ekonomi justru semakin naik karena sumber-sumber ekonomi utama dikuasai oleh segelintir orang yang paling diuntungkan. Menurut Even, pernyataan paslon nomor dua, yaitu Muhammad Nasir-Muhammad Wardan yang ingin seluruh hutan Riau dialihfungsikan menjadi perkebunan sangat berbahaya. Di saat banyak pihak khawatir akan semakin merusak hutan, pasangan ini justru dengan terang-terangan akan membabat habis hutan untuk dijadikan kebun. 

“Kalau terjadi bencana ekologis yang lebih besar, seperti banjir, karhutla dan pemanasan global, siapa yang akan dirugikan? Lagi-lagi masyarakat,” kata Even.

Ia pun mengingatkan bahwa orientasi alih fungsi lahan tanpa mempedulikan mencerminkan situasi iklim global juga menjadi peringatan besar bagi masyarakat akan bagaimana kebijakan paslon ini dijalankan. 

Tidak ada yang bisa memastikan bahwa perkebunan itu benar-benar ditujukan untuk masyarakat. Seringkali malah perusahaan yang banyak menangguk keuntungan dari kebijakan tersebut. Akibatnya, ketimpangan ekonomi akan semakin tinggi dan keanekaragaman hayati akan habis tak tersisa. Tidak ada kesejahteraan yang menjanjikan.

“Walhi Riau mendorong agar organisasi pembangunan ekonomi seharusnya mengacu pada konstitusi yang mengamanatkan bumi, udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan pembangunan ekonomi ini tidak mengabaikan aspek lingkungan yang saat ini sudah di titik kritis,” kata Sri.

Masih ada waktu untuk memastikan pilihan. Menentukan pilihan dari rekam jejak, komitmen visi misi hingga siapa pendukungnya. Tidak ada yang matang seutuhnya dan memuat secara utuh tuntutan keadilan kita. Oleh karena itu Walhi Riau mengajak seluruh masyarakat Riau memberi masukan dan pekerjaan rumah tambahan bagi siapa pun paslon terpilih nanti. (*)

Array
Related posts
Tutup
Tutup